Senin, 24 November 2014

Kamu



Aku akan menulis cerita tentang seseorang yang aku kagumi setelah ayah ku.Seseorang yang aku kenal beberapa bulan terakhir ini. Dia yang tidak perlu aku sebutkan namanya, sesosok yang benar-benar bisa membuat ku lupa akan luka lama yang terlalu indah terukir saat itu. Kalau boleh aku menganalisanya, dia lebih dulu jatuh kepada ku, tapi dia juga lebih dulu hilang dari kehidupan ku.
     Aku rasa ini cukup buruk untuk di ceritakan. Ini hanya sebuah kisah yang mungkin tak akan pernah berujung bahagia. Beberapa bulan lalu, tepatnya sebelum suara takbir bergema di seluruh belahan bumi. Aku mengenalnya secara tidak sengaja, di tempat yang sering di jadikan untuk berkumpul anak muda dan keluarga, tapi bukan cafĂ© atau restaurant. Aku tidak perlu menyebutkan jelas dimana latar tempat aku pertama kali bertatap mata dengannya. Jujur saat itu aku juga memikirkannya walaupun tidak pernah terbesit sama sekali untuk mengenalnya lebih jauh.
     Tapi, dia memaksa ku untuk ikut dalam permainannya. Waktu itu dia banyak bertanya tentang aku dari teman-teman ku, setelah itu dia memberanikan diri untuk menghubungi ku melalui media sosial yang lagi-lagi tidak perlu aku jelaskan. Aku bahagia saat itu, aku bisa mengenalnya begitu jauh. Dia membawa ku kedalam alur ceritanya, dia membawa ku bermain dengan sebuah perasaan yang tidak ada ujungnya, dia membawa ku kembali merasakan luka setelah dia berhasil menyembuhkan luka yang sebelumnya.
     Aku mencintainya karena suatu hal. Bukan karena dia memiliki wajah yang rupawan atau kharismatik, aku mencintai dia atas izin Allah SWT. Aku mempunyai banyak cerita dengannya, bahkan di setiap sudut yang ada di kota ini aku mulai mengenalnya lebih jauh. Aku tau ini memalukan, tapi saat itu bahkan sampai saat ini aku mencintainya. Dia berhasil membuat ku jatuh pada luka yang lebih pedih, lebih sakit, rasanya seperti tertusuk belati yang begitu tajam, menembus hingga tulang rusuk ku. Sakit memang, tapi aku berusaha untuk tetap berdiri kokoh seperti pohon yang sedang tertiup oleh hembusan-hembusan angin. Aku berjanji akan menceritakan, semua tetangnya disini.


      Untuk menemukan seseorang yang bisa benar-benar mengerti kita membutuhkan waktu yang lama, memang benar adanya. Mungkin saat ini aku bukan orang yang beruntung, aku selalu dipermainkan oleh kaum ayah ku sendiri. Aku yang terlalu bodoh, aku yang terlalu terburu-buru untuk mencapai kebahagiaan.
     Pernah suatu ketika, aku menunggu kabar dari seseorang. Sampai larut malam, aku masih terjaga, walaupun rasa ngantuk menyerang begitu hebatnya. Aku membuka salah satu media sosial yang ada di ponsel ku, aku melihat ada sesuatu yang terlihat begitu mencolok dari kicauan lainnya. Aku berpikir mereka hanya berteman, tapi pikiran negative itu selalu meracuni ku. Aku khawatir, jikalau dia benar-benar telah berpaling dari ku.
    Tak selang berapa lama, dia menceritakan sesuatu yang cukup membuat ku meneteskan air mata. Ternyata dia telah mencintai seorang wanita berparas cantik dan berambut pirang itu, tidak perlu aku sebutkan namanya. Dia menceritakan kepada ku semua tentang perjuangan yang ia lakukan kepada wanita itu, tanpa memikirkan bagaimana perasaan ku. Aku menghela nafas panjang, aku mencoba tersenyum kecil saat menatap nanar di ponsel ku. Aku berusaha menenangkan diri agar tidak ada lagi air mata yang mengalir membahasi kedua bagian pipi ini.
    Cinta memang tak harus berbalas, cinta sejati itu adalah cinta yang tanpa pamrih. Mengasihi seseorang, memperhatikan seseorang tanpa perlu meminta balasan. Ini buruk. Buruk sekali. Bukannya setiap manusia ingin mencintai orang yang juga mencintainya? Entah lah, aku tidak pernah merasakan hal itu. Sama sekali.
     Saat aku mengetahui itu dari pengakuannya sendiri, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan kedepannya. Aku hanya ingin menjadi seseorang yang selalu ada di sampingnya, saat terpuruk sekali pun. Aku hanya ingin menjadi seseorang yang ia butuhkan saat semua pergi darinya. Aku siap kalau suatu hari nanti, dia akan datang kepada ku hanya saat membutuhkan aku. Aku ingin menjadi teman dalam hidupnya, teman saat dia tertimpa musibah. Aku akan senantiasa mendoakannya, agar suatu saat nanti ia tau sedalam apa rasa ku ini untuknya.
    

0 komentar:

Posting Komentar