Sabtu, 29 November 2014

Kamu, Sumber Kesakitan ku



Ujian terberat yang dialami manusia adalah, cinta. Cinta, bisa membuat orang lupa. Cinta, juga yang bisa membuat orang berubah drastis. Akan ku lanjutkan cerita ku tentangnya. Hari ini, tepat pada hari dimana aku menempuh ujian akhir semester ku. Aku, masih dengan cerita buruk ku tentang cinta.
     Dia seseorang yang aku kagumi setelah ayah ku, dia mencintai orang lain(lagi). Dan aku menjadi orang asing untuk kesekian kalinya. Aku heran apa yang membuat dia sebegitu cepatnya membolak-balikan hati, apa ini karena cinta? Entah lah
    Dia asing, sangat asing bagi ku. Terlebih setelah aku mengetahui suatu hal dari salah satu media sosial terbesar di jagad ini. Wanita yang mungkin saat ini sedang mengisi hari-harinya menuliskan sesuatu dalam laman media sosial miliknya. Terlihat dia sangat kerepotan dalam penulisaannya tentang orang yang ia kagumi, ia mengatakan bahwa ia kerepotan saat melihat orang yang ia kagumi repot dengan ponselnya, dan sibuk bercanda dengan orang lain selain dia. Kalian mengerti kan siapa yang ia ajak bercanda saat itu?
  Lagi dan lagi, aku menahan semua kesakitan ku demi kebahagiaannya, aku redam semua emosi yang mungkin saat ini sudah ada di ujung tanduk. Aku menahan setiap air mata yang ingin jatuh. Rasanya ingin sekali dia mengerti apa yang aku rasakan saat ini. Kata demi kata aku rangkai, aku susun dengan begitu indahnya untuk mengaguminya. Tapi, dia acuh kepada ku.
    Dia, sumber kesakitan ku. Rasanya ingin sekali marah, memberontak. Dalam dada ini terasa sesak sekali, sakit, seperti tertusuk sebuah belati, amarah dalam hati ini seolah menggebu-gebu, seolah ada kuda yang berlari kencang dalam hati ini. Aku kecewa!
    Setiap sujud ku aku selalu meminta kepadang sang pemilik muka bumi ini, agar selalu melindunginya. Cara ku mencintainya begitu sederhana, aku merelakan waktu ku untuk selalu mendoakannya tiap malam, di setiap sujud ku. Aku meminta satu hal, agar dia selalu diberi perlindungan. Itu saja, aku tidak pernah meminta agar dia mencintai ku. Itu bodoh!
    Aku mencintainya dengan cara yang begitu sederhana, dari mulai aku menjaga perasaanya dengan cara apapun itu aku lakukan, demi dia. Setiap malam aku menunggu kabar darinya, aku hanya ingin dia tiba di kamar kecilnya dengan keadaan yang sehat, itu saja. Aku tidak pernah meminta lebih.
    Aku mencintainya dengan cara yang begitu sederhana. Aku selalu mencari tau dimana pun dia berada, itu bentuk kepedulian ku. Aku tau ini keterlaluan, aku hanya takut dia salah dalam bergaul. Aku takut, dia terjerumus dalam permainan dunia ini. Itu saja. Aku tidak pernah meminta lebih.
   Aku mencintainya dengan cara yang begitu sederhana. Aku, sering merelakan waktu dengan teman-teman ku, hanya untuk menemuinya untuk berbincang kepadanya, tetang apapun itu yang ingin ia bicarakan kepada ku. Aku berusaha menjadi pendengar yang baik untuknya. Itu saja. Aku tidak pernah meminta lebih
    Setiap aku berbincang kepadanya, aku merasa nyaman seperti berada diatas awan. Apa aku salah jika aku------ mencintainya? Apa aku salah jika aku ingin menjadi seorang teman yang selau ada di sampingnya. Itu saja. Aku tau, saat ini mungkin dia sedang merasakan perasaan cinta itu kembali, tapi bukan untuk ku. Untuk wanita berparas cantik yang bisa membuatnya tersenyum. Ini kesekian kalinya dia bermain dengan hatinya. Apa yang harus aku lakukan selain mengikhlaskan? Bukan kah cinta yang sesungguhnya adalah cinta yang rela melihat pasangannya bahagia, walaupun dengan orang lain sekali pun.
    Aku yang tersakiti, lagi dan lagi. Kesekian kalinya aku harus mengusap air mata ku, air mata yang bercucuran begitu deras seperti hujan di sore hari. Kesekian kalinya aku harus merelakan orang yang aku cintai, mencintai wanita lain selain aku dan ibunya.
    Ayah…. Ini sakit sekali, sesak rasanya. Mengapa kaum mu selalu mempermainakan aku dengan segala cara. Ingin rasanya aku berteriak, ini sakit------sangatlah sakit. Apa yang harus aku lakukan saat ini? Apa yang harus aku lakukan agar rasa ini hilang begitu saja?
   Kalian tau, aku mencintainya bukan dengan tanpa alasan. Aku mencintainya dengan beribu alasan yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu. Kekhawatirkan ku terjawab sudah, terjawab sudah saat dia pergi meninggalkan ku dengan luka dan alasan yang sama. Terimakasih, dial ah sumber kesakitan ku. Tapi, aku akan tetap mencintainya dalam diam.


0 komentar:

Posting Komentar