Ujian terberat yang dialami manusia adalah, cinta.
Cinta, bisa membuat orang lupa. Cinta, juga yang bisa membuat orang berubah
drastis. Akan ku lanjutkan cerita ku tentangnya. Hari ini, tepat pada hari
dimana aku menempuh ujian akhir semester ku. Aku, masih dengan cerita buruk ku
tentang cinta.
Dia
seseorang yang aku kagumi setelah ayah ku, dia mencintai orang lain(lagi). Dan
aku menjadi orang asing untuk kesekian kalinya. Aku heran apa yang membuat dia
sebegitu cepatnya membolak-balikan hati, apa ini karena cinta? Entah lah
Dia
asing, sangat asing bagi ku. Terlebih setelah aku mengetahui suatu hal dari
salah satu media sosial terbesar di jagad ini. Wanita yang mungkin saat ini
sedang mengisi hari-harinya menuliskan sesuatu dalam laman media sosial
miliknya. Terlihat dia sangat kerepotan dalam penulisaannya tentang orang yang
ia kagumi, ia mengatakan bahwa ia kerepotan saat melihat orang yang ia kagumi
repot dengan ponselnya, dan sibuk bercanda dengan orang lain selain dia. Kalian
mengerti kan siapa yang ia ajak bercanda saat itu?
Lagi dan lagi, aku menahan semua kesakitan ku
demi kebahagiaannya, aku redam semua emosi yang mungkin saat ini sudah ada di
ujung tanduk. Aku menahan setiap air mata yang ingin jatuh. Rasanya ingin
sekali dia mengerti apa yang aku rasakan saat ini. Kata demi kata aku rangkai,
aku susun dengan begitu indahnya untuk mengaguminya. Tapi, dia acuh kepada ku.
Dia,
sumber kesakitan ku. Rasanya ingin sekali marah, memberontak. Dalam dada ini terasa
sesak sekali, sakit, seperti tertusuk sebuah belati, amarah dalam hati ini
seolah menggebu-gebu, seolah ada kuda yang berlari kencang dalam hati ini. Aku
kecewa!
Setiap
sujud ku aku selalu meminta kepadang sang pemilik muka bumi ini, agar selalu melindunginya.
Cara ku mencintainya begitu sederhana, aku merelakan waktu ku untuk selalu
mendoakannya tiap malam, di setiap sujud ku. Aku meminta satu hal, agar dia
selalu diberi perlindungan. Itu saja, aku tidak pernah meminta agar dia
mencintai ku. Itu bodoh!
Aku
mencintainya dengan cara yang begitu sederhana, dari mulai aku menjaga
perasaanya dengan cara apapun itu aku lakukan, demi dia. Setiap malam aku
menunggu kabar darinya, aku hanya ingin dia tiba di kamar kecilnya dengan
keadaan yang sehat, itu saja. Aku tidak pernah meminta lebih.
Aku
mencintainya dengan cara yang begitu sederhana. Aku selalu mencari tau dimana
pun dia berada, itu bentuk kepedulian ku. Aku tau ini keterlaluan, aku hanya
takut dia salah dalam bergaul. Aku takut, dia terjerumus dalam permainan dunia
ini. Itu saja. Aku tidak pernah meminta lebih.
Aku
mencintainya dengan cara yang begitu sederhana. Aku, sering merelakan waktu
dengan teman-teman ku, hanya untuk menemuinya untuk berbincang kepadanya,
tetang apapun itu yang ingin ia bicarakan kepada ku. Aku berusaha menjadi
pendengar yang baik untuknya. Itu saja. Aku tidak pernah meminta lebih
Setiap aku
berbincang kepadanya, aku merasa nyaman seperti berada diatas awan. Apa aku
salah jika aku------ mencintainya? Apa aku salah jika aku ingin menjadi seorang
teman yang selau ada di sampingnya. Itu saja. Aku tau, saat ini mungkin dia
sedang merasakan perasaan cinta itu kembali, tapi bukan untuk ku. Untuk wanita
berparas cantik yang bisa membuatnya tersenyum. Ini kesekian kalinya dia
bermain dengan hatinya. Apa yang harus aku lakukan selain mengikhlaskan? Bukan
kah cinta yang sesungguhnya adalah cinta yang rela melihat pasangannya bahagia,
walaupun dengan orang lain sekali pun.
Aku yang
tersakiti, lagi dan lagi. Kesekian kalinya aku harus mengusap air mata ku, air
mata yang bercucuran begitu deras seperti hujan di sore hari. Kesekian kalinya
aku harus merelakan orang yang aku cintai, mencintai wanita lain selain aku dan
ibunya.
Ayah…. Ini
sakit sekali, sesak rasanya. Mengapa kaum mu selalu mempermainakan aku dengan
segala cara. Ingin rasanya aku berteriak, ini sakit------sangatlah sakit. Apa
yang harus aku lakukan saat ini? Apa yang harus aku lakukan agar rasa ini
hilang begitu saja?
Kalian tau,
aku mencintainya bukan dengan tanpa alasan. Aku mencintainya dengan beribu
alasan yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu. Kekhawatirkan ku terjawab
sudah, terjawab sudah saat dia pergi meninggalkan ku dengan luka dan alasan
yang sama. Terimakasih, dial ah sumber kesakitan ku. Tapi, aku akan tetap
mencintainya dalam diam.
0 komentar:
Posting Komentar