Jumat, 29 Maret 2013

Sang Penyair Jalanan


      Selamat malam teman, pagi tadi aku bertemu seorang penyair jalanan yang membawakan sajak-sajak syair sangat indah. Beliau seorang sastrawan Jogja, tanpa kedua kakinya beliau masih bisa membacakan syair dari satu kiosk e kios yang lainnya hanya dengan kursi rodanya yang telah usang, beliau berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengais koin demi koin.
      Beliau tidak menghiraukan sinar sang mentari yang terus meninggi, mengusap tetesan keringat dengan handuk putih kecil yang tersampir di bahunya. Tanpa ada bantuan dari orang lain, beliau terus memutar roda seperti saat beliau memutar roda kehidupan, beliau menyebut dirinya sebagai sastrawan tetapi, mengapa beliau tidak dihargai di negri ini, beliau di biarkan hidup tanpa kedua kakinya hanya dengan kursi roda kesayangannya yang telah usang. Beliau tetap menggoreskan tinta pada baris-baris kertas yang tersusun rapi. Kata demi kata tercipta begitu fasihnya beliau membacakan syair ciptaanya dengan mimik wajah yang sangat tepat dengan irama syairnya.
      Baris demi baris beliau bacakan, tanpa memperdulikan orang yang memperolok-olok beliau saat itu juga. Beliau bukan hanya sastrawan menurut ku beliau juga sebagai pahlawan, di tengah kritisnya bumi pertiwi ini dengan ilmu pengetahuan beliau tetap menggoreskan syair yang indah agar generasinya mengetahui syair, tidak hanya mengetahui musik-musik cadas, cerita-cerita cinta, dll. Tetapi juga mengetahui apa syair itu. Sayang aku tidak mempunyai cuplikan video atau foto saat beliau membacakan. Tapi ini ceritaku tentang sang penyair jalanan itu.

0 komentar:

Posting Komentar